Rabu, 23 Oktober 2019

Allah Anugerahkan Keluarga Sebagai Tempat Pulang Ternyaman: End Of Universe

Bagian 4

Sebuah keberuntungan bagiku karena berada ditengah-tengah keluarga disaat seperti ini. Bagaimana tidak, percakapan antara kami siang tadi tentang kondisi alam dalam gelap panjang saat ini menyisakan rasa cemas akan kesiapan menyongsong hari esok. 

Malam ini, setelah makan malam dan shalat Isya berjama'ah dengan di imami oleh kakek, masing-masing kami bersiap untuk menuju peraduan. Tak lupa kakek berpesan agar di sepertiga malam nanti kami saling membangunkan untuk tahajjud. Saat ini hanya jarum jamlah yang menjadi patokan, siang dan malam tiada bedanya mengingat matahari masih berada dalam tafakkur panjangnya dibawah Arsy. 

Kakek ku memang adalah lelaki diusia yang sudah lanjut, namun semangat ibadahnya tak pernah kendor. Bahkan sebelum sakit tua menggerogotinya ia adalah Imam di surau lingkungan tempat tinggalnya saat ini. Jika berbicara tentang ilmu agama, ia sedikit banyak memilikinya karena dulu diusia muda sempat merantau menjadi santri di negerinya para santri. 

"Tidur jangan larut, malam ini kita bangun shalat minta petunjuk dan kekuatan kepada Allah untuk menghadapi kondisi alam saat ini agar selalu dalam penjagaan-Nya." Begitu kata Kakek sebelum tidur tadi. 

Diperaduanku, netra ini menjadi sulit terpejam. Kulihat Ibu dan Tina disampingku sudah terlelap memeluk guling masing-masing, dan mungkin sudah dibuai mimpi. Sedangkan aku, pikiranku melayang kemana-mana. 

Teringat masa-masa saat ayah masih bersama kami, disaat yang mengkhawatirkan seperti ini tentu adanya ayah dan juga kakek akan menjadi tambahan kekuatan bagi kami untuk tegar dalam kondisi apapun. Namun sudah menjadi ketentuan-Nya, ayah dipanggil menghadap dua tahun lalu saat aku baru saja menyelesaikan pendidikan Strata satuku. 

Pikiranku berkelana ke kondisi pagi tadi yang aku lihat. Di sepanjang taman yang ada di sekitar jalan, tumbuh-tumbuhan tidak lagi terlihat hijau. Daun-Daun terlihat menguning seperti layu. Bahkan ada sebagian pohon yang sudah berguguran daunnya pertanda kekurangan cahaya matahari.

Suhu udara malam ini pun dinginnya sudah sangat dingin, dibanding jam sepuluh pagi tadi, saat mengendarai motor dijalanan. Untuk tidur kami sampai menggunakan dua lapis selimut. 

Hilangnya cahaya matahari memang telah menurunkan suhu dipermukaan bumi. Para saintis memperkirakan, jika seminggu matahari masih belum muncul juga maka suhu permukaan bumi secara keseluruhan akan menjadi dibawah duabelas derajat celcius. 

Orang-orang didaerah yang biasa mendapatkan musim, mungkin menjadi hal yang biasa. Namun bagaimana dengan kita di Indonesia? 

"Ah, sudahlah aku harus segera tidur. " Pikirku. 

Semakin banyak memikirkan tentang kejadian beberapa hari ini, semakin sulit bagiku untuk memejamkan mata. 

Oleh: Mardha Umagapi
Ditulis di Subaim Halmahera Timur

Baca bagian 3 klik disini

9 komentar: