Minggu, 13 Oktober 2019

Perpisahan Akan Terasa Menyakitkan Saat Kita Menyadari Kehilangan

Kisah Berhikmah

Mengenang Kasih Sepanjang Masa
Bagian 1

Ada satu sosok dimuka bumi ini yang perannya dalam hidup kita tidak bisa digantikan oleh siapapun, meski oleh orang-orang yang katanya dekat dengan kita sekalipun. Dialah ibu, sosok wanita yang rela mengorbankan ketenangan dan kenyamanan saat mengandung kita dirahimnya, rela bertaruh nyawa saat melahirkan kita bahkan membiarkan waktu istirahatnya tergerus demi merawat kita.

Ini sepenggal kisah yang tak pernah aku lupa, kisah antara aku dan sosok tak tergantikan dalam hidupku, ibu tercinta. Waktu itu tepatnya tahun 2008, aku baru saja menyelesaikan Ujian Akhir disekolah Madrasah. Dan seperti biasanya siswa kelas XII diliburkan pasca ujian sambil menunggu pengumuman kelulusan. Saat itu bapak akan pergi ke daerah asal kami untuk menyelesaikan suatu urusan. Bapak dan ibu adalah perantau, mereka pindah dari kampung halaman ketika usiaku baru menginjak lima tahun. 

Melihat kesempatan ini aku meminta izin kepada bapak untuk ikut serta beliau 
dengan pertimbangan sedang diliburkan sekolah. Akhirnya bapak setuju untuk membawa serta diriku melakukan perjalanan ke kampung halaman. Entah sudah berapa tahun sejak perjalananku yang terakhir ke kampung, jika dikira-kira sekitar 5 tahun aku belum pernah kesana lagi.

Setelah melakukan berbagai persiapan, waktu berangkatpun tiba. Aku dan bapak berpamitan pada ibu, ibu tidak ikut dalam perjalanan kali ini entah kenapa ketika diajak bapak, beliau menolak katanya tidak ada yang menjaga rumah. Padahal kalo bisa ada dua orang sepupuku yang tinggal bersama kami karena sedang melanjutkan studi disalah satu 
perguruan tinggi didaerah kami, namun itulah keputusan akhirnya ibu tidak ikut pergi.

Aku dan bapak akan pergi ke pelabuhan kapal dengan menggunakan ojek, setelah Pamitan bapak lebih dulu berangkat dengan ojek. Sebelum ku langkahkan kaki ada perasaan aneh seperti sudah kangen sekali dengan ibuku dan rasa tidak ingin pergi tanpa ibu. Rasa itu kutepis, aku turun dari motor ojek yang sudah siap berangkat, sambil berlari aku dekati ibu, ku raih tangannya dan berkata:

"Mama tra apa-apa tong kase tinggal ?”(Mama tidak apa-apa ditinggal? )

"Tra apa-apa" (Tidak apa-apa). Jawabnya, sambil tersenyum lalu memintaku agar segera 
berangkat. 

“Ayo pi berangkat sudah, ojek so tunggu tuh” (Ayo sana berangkat, ojeknya sudah menunggu) katanya. 

Motor ojek yang kutumpangi bergerak meninggalkan halaman rumah, terlihat 
sosoknya masih berdiri disana dengan lambaian tangan dan senyuman penuh arti perpisahan, senyuman itu kemudian sulit untuk ku lupakan sampai hari ini. Menjadi kenangan indah setiap mengenang saat-saat terakhir melihatnya.

Bersambung.

Oleh: Mardha Umagapi
Ditulis di Subaim Halmahera Timur


Tidak ada komentar:

Posting Komentar