Rumah dan keluarga seharusnya adalah tujuan pulang ketika kita lelahw, itulah kenapa Rasulullah SAW pernah berkata tentang konsep "baiti jannati" yang artinya rumahku surgaku. Penggambaran ini secara maknawi menunjukkan kondisi rumah dan keluarga yang seharusnya, yaitu tentram dan menentramkan.
Namun apa jadinya jika tempat pulang yang dimaksud tidak sesuai dengan pengharapan ? Apalagi untuk seorang anak, rumah dan keluarga adalah naungan dan pelindung dari segala marabahaya yang bisa didapatkan diluar sana.
Sebut saja namanya Nia, gadis yang ku kenal dibangku kuliah. Anaknya pendiam tak banyak omong, terkesan misterius jika kita baru mengenalnya. Siapa sangka, ia memiliki kisah kelam dibalik sifat itu.
Usianya masih seumuran anak lulusan SMA pada umumnya ketika mengalami kenangan pahit dalam keluarganya. Ia hampir diperkosa oleh ayah tirinya, namun berhasil kabur dari rumah. Alasan ia kabur karena takut kejadian serupa terulang lagi, sedangkan sang Ibu tak berdaya untuk melakukan apapun.
Hari-hari Nia jalani hidup mandiri jauh dari keluarga yang seharusnya jadi pelindung. Mencoba bekerja sambil kuliah untuk mencukupi kebutuhannya sendiri. Diakuinya memang berat, bekerja untuk memperoleh uang disamping harus fokus kuliah dengan tugas-tugas yang seabrek. Namun tidak ada cara lain, Nia harus bertahan. Seringkali kutanya padanya tentang apa motivasi utamanya kuliah mengingat ia harus banting tulang membiayainya sendiri.
"Nia ingin mama bahagia dan bangga punya Nia." Begitu jawabnya.
Mulia sekali keinginannya, disaat ibu yang seharusnya menjadi tameng tak mampu membela ketika lelaki jahat itu berusaha merampas kehormatannya. Nia masih memikirkan kebahagiaan ibunya. Aku terharu dengan alasannya, mengingat belum banyak yang kulakukan untuk membanggakan ibuku yang kini telah tiada. Jadi teringat kata bijak:
"Sejelek apapun ibu, pengorbanannya ketika mengandung dan melahirkan kita sudah cukup menjadi alasan untuk berbakti sepanjang hidupnya".
Dan Nia melakukan itu, bahkan disaat sang ibu enggan mengangkat telepon sekedar menanyakan kabarnya diluar sana karena takut pada suami yang keji.
Nia saat ini sudah lebih baik dari sebelumnya, ia bergabung dengan salah satu organisasi kampus dan disana mereka banyak membantu untuk tempat tinggal dan makan karena ada asrama khusus. Kulihat penampilannya berubah lebih syar'i dan santun dalam bertingkah.
"Alhamdulillah, Allah kirimkan pertolongannya lewat mereka. Rasa tertekan Nia hilang berganti rasa tenang, mereka bikin Nia lebih dekat dengan Allah." Akunya ketika ditanya perihal perubahannya.
Ya, memang Allah berjanji bahwa hanya dengan mengingatNya hati menjadi tenang. Sejatinya setiap kita memiliki ujian masing-masing dan sesuai kesanggupan diri tidak lebih, kata Allah. Nia mengambil hikmah dari ujiannya kemudian menjadikan hal itu sebagai batu loncatan menuju kualitas diri yang lebih baik.
Subaim, 17 September 2019
Oleh: Mardha Umagapi
Gak ada yang komen, aku komen sendiri deh ๐คญ๐. Sebagai jejak BW
BalasHapusMaa syaa Allah tulisannya bagus mba, menjadi renungan jg untukku.. Bahwa hanya dengan mengingatNya hati menjadi tenang
BalasHapusNia itu representatif anak yg berusaha berbakti y mb.. mg Allah beri ksabaran pd Nia. Dan, hidayah pd ayah tirinya. Good job mb. Tq
BalasHapusAhhh tersentuh dg kalimat 'ingin mama bahagia dan bangga punya aku' heheh aku ganti dkit
BalasHapusmasyaAllah terimakasih atas remindernya Mba.... bagaimanapun juga mereaka adalah ortu kita,,, berbakti padanya adalah kewajiban kita sebagai anak....
BalasHapusTerimakasih telah mampir teman-teman ๐ฅฐ
BalasHapus