Dilihat

Senin, 23 September 2019

Jangan Lupakan Orang Yang Telah Menolong Saat Kesulitan

Kisah Berhikmah

Bagian 1

Pagi yang cerah sebelum melangkahkan kaki keluar rumah menuju tempatnya menimba ilmu selama kurang lebih dua tahun ini, diraihnya tangan wanita separuh baya itu dan menciumnya takjim. Wanita yang masih terlihat cantik meski usia telah mengambil sebagian kesehatannya, Ia menggerakkan kursi rodanya menyongsong sang putra yang bergerak keluar.

" Rahim berangkat dulu e Mama " Pamitnya.

" Hati-hati dijalan sayang " Mama membalas sambil tersenyum.

Mama, wanita tegar dengan kondisi fisik yang tak lagi prima sejak peristiwa puluhan tahun lalu merenggut sebagian tubuhnya. Kakinya. Rahim ingat betul bagaimana cerita mama tentang perjalanan hidupnya ketika ia bertanya tentang kronologis mama kehilangan kakinya.

Dua puluh satu tahun yang lalu.

Mai ! Maimunah, Ayo pulang ! Terdengar suara diseberang sungai berteriak memanggilnya.

"Kenapa Tete (Panggilan untuk Kakek) ? Mai bolom abis bacuci" Balasnya.

Ayo cepat, ngana tara dengar suara tiang listrik dipukul ? Torang pe kampong so dapa serang ini. Teriak Kakek diseberang memanggilnya.

Mai lemas seketika demi mendengar suara sang Kakek yang penuh kecemasan. Kakinya terasa sulit untuk diangkat, rasa takut membuatnya kehilangan tenaga. Namun ia berusaha bergerak, dilihatnya kakek diseberang kali berusaha menuju kearahnya. Sekuat tenaga ia bangkit dari dalam air tempatnya mencuci. Pakaian yang belum semuanya dicuci dibiarkan Mai begitu saja.

Dengan langkah berat menyebrangi sungai yang tidak begitu deras, dihampirinya sang Kakek. Saling membantu mereka bergegas meninggalkan sungai menuju kampung. Satu persatu orang berlari melewati mereka sambil tak henti-henti mengingatkan.

"Tara usah pi di kampong, lari di hutan saja, so tabakar samua rumah-rumah". Kata Junaidi tetangga rumah mereka yang kebetulan lari melewati mereka.

"Tong pe rumah bagimana ? Nene sarah tara iko lari ?" Kakek menahan laju lari Junaidi, dan bertanya.

"Samua orang so tra ada di kampong, tadi tiang listrik babunyi tuh om pala (Sebutan untuk Kepala Desa) kase peringatan terakhir suruh lari". Junaidi menjawab dan melepaskan diri untuk berlari kembali.

"Mai, iko dorang lari sudah. Tete mo pi lia nene dulu." Kakek memerintah kemudian melepaskan pegangan tangannya pada Mai.

"Mai iko Tete, batamang cari Nene". Bantahku, tapi terlambat Kakek sudah berlari menjauh.

Diantara kekalutan, Maimunah bergerak menyusul Kakeknya dengan sisa tenaga yang ciut karena rasa takut. Semakin mendekati kampung aroma terbakar dan asap semakin terasa. Maimunah bergerak kearah rumah mencari Kakek dan Neneknya. Didalam pikirannya tidak ada yang lebih penting dari Kakek dan Nenek meski keselamatannya sendiri, ia yang yatim piatu dibesarkan oleh mereka, orangtua dari Ibunya.

Ia urung mendekati rumah dan memilih bersembunyi dirumpun semak liar tepat tak jauh dari halaman belakang rumah mereka. Air mata meleleh, dilihatnya rumah tempat dibesarkan terbakar bersama rumah-rumah warga yang lain. Berkelompok-kelompok orang tampak menyisir setiap rumah yang mereka bakar, mungkin untuk melihat apakah ada warga yang bersembunyi.

Netranya sibuk mengarah kesana kemari mencari dua sosok yang sangat dicintai namun nihil. Perlahan dilihatnya kelompok-kelompok tadi mulai bergerak meninggalkan kampung mereka. Ia mendengar keributan dari arah selatan dekat rumahnya, mencoba menghilangkan rasa takut didekati arah suara tersebut, berjalan mengendap-ngendap bersembunyi diantara pepohonan yang tumbuh rindang dibelakang rumah-rumah warga yang telah terbakar.

Maimunah kaget seketika langkah terhenti, sumber suara tadi yang dicarinya ternyata sekelompok lain dari para pembakar tadi, mereka mengelilingi dua orang tua yang telah berdarah-darah terkena pedang mereka. sang Kakek berusaha melindungi Nenek dengan memeluknya, punggung dipenuhi luka. Pandangan Maimunah kabur oleh kaca-kaca bening dipermukaan netranya.Ia nekat berlari kearah dua orang tua itu.

Bersambung.

Oleh: Mardha Umagapi
Kisah setengah Fiksi ditulis di Subaim Halmahera Timur


6 komentar:

  1. Wah, jadi penasaran dengan endingnya Mba.

    BalasHapus
  2. ceritanya bagus mb..penasaran deh

    BalasHapus
  3. Ya Allah, saya kok jadi ikut merinding bacanya. Merasakan peristiwa itu...

    BalasHapus
  4. Sebuah cerita yang bagus,.ditunggu kelanjutannya

    BalasHapus
  5. Kok bersambung sih... ahahha
    Ditunggu lanjutannya kak...

    BalasHapus
  6. Terimakasih sudah berkunjung .
    Silahkan dibaca kelanjutannya

    BalasHapus

Berusaha Mengendalikan Hawa Nafsu: Tadabbur An Nazi'at Ayat 40-46

  Ciri-ciri Penghuni Surga 1. Takut pada Allah 2. Mengendalikan hawa nafsu 3. Terlibat dalam dakwah وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَ...