Dilihat

Rabu, 25 September 2019

Seringkali Ada Orang Yang Berkorban Demi Kita Tanpa Kita Sadari

Kisah Berhikmah

Pertemuan Berujung PadaNya
Part 2

Maimunah berlari kearah dua orang tua itu tanpa mempedulikan kerumunan para perusuh itu, direngkuh dua tubuh berdarah itu tanpa rasa takut akan kondisi sekelilingnya. Sang Nenek telah lebih dulu menghembuskan napas terakhirnya, ia terlambat kini tinggal Kakek yang terkulai lemah darah telah terlanjur banyak mengalir. Diteriakkannya panggilan untuk kedua orang tua itu dengan sekuat tenaga berharap masih ada kehidupan. Seiring berakhir teriakannya satu tebasan melayang ke tubuh bagian bawah, dirasakan perih sekali. Darah mengucur dari kakinya, namun perhatiannya masih mengarah ke Sang kakek yang lamat-lamat menyebut kalimat syahadat dan mengakhiri napasnya.

Rasa perih luka dan perih ditinggal orang terkasih membuatnya berteriak sekencang mungkin hingga gerombolan itu bersiap untuk menebas kembali. Demi dilihatnya pedang terangkat, Mai menutup mata memasrahkan hidup dalam genggamanNya sembari bersyahadat dalam hati. Ia pasrah jika memang ini adalah akhir hidupnya, ia sudah rela jika harus menyusul Kakek dan Neneknya.

"Tunggu, apa yang kalian lakukan ? Mereka bukan lawan kalian." Suara berat seseorang terdengar menghentikan.

"Mundur dari situ atau kami tembak" Sambung suara yang lain

Maimunah mencoba membuka mata, dilihatnya sekelmpok pria berbaju loreng tengah mendekat, pandangannya terasa kabur namun jelas terlihat olehnya gerombolan perusuh tadi bergerak menjauh darinya dengan dengusan kesal.


"Dorang ini pe kaum yang bikin torang pe keluarga banyak mati" (Kaum mereka ini yang banyak membuat keluarga kami terbunuh) Seru salah satu dari gerombolan itu dengan nada kesal dan menantang.

"Iya, tapi bukan bertindak anarkis pada wanita dan orang tua tak berdaya". Balas salah satu pria berbaju loreng sembari mendekat pada Maimunah.

Sebelum pandangannya semakin kabur dan gelap sempat terlihat papan nama diseragam lelaki itu yang mendekat kepadanya, "John T" .

Tenda sebesar ruangan disekat dengan kain-kain pembatas warna putih, pemandangan yang terlihat pertama kali saat Maimunah membuka matanya.

"Dimana ini ?" Gumamnya dalam hati, lalu teringat peristiwa tragis itu.

"Tete deng Nene !" (Kakek dan Nenek) Ucapnya lirih dan bergegas hendak turun dari ranjang serbaguna ditenda itu.

Tapi sepertinya ada yang mengganjal dibagian kakinya. Saat tangan hendak menyibak selimut dari kakinya satu suara menghentikan gerakannya.

"Kamu sudah siuman rupanya". Pemilik suara itu adalah lelaki yang terakhir kali dilihatnya sebelum tak sadarkan diri saat kejadian tragis merenggut nyawa Kakek Neneknya.

"Jangan dulu banyak bergerak, luka kamu baru dikasih obat". Sambungnya lagi.

"Maaf Pak, Saya pe Tete deng Nene bagimana?" (Maaf pak, Kakek dan Nenek say gimana) Maimunah tak sabar mencari tahu keadaan setelah ia tak sadarkan diri.

"Mereka sudah diurus dengan layak oleh teman-teman kami yang Muslim, kamu tidak usah khawatir fokus kesembuhanmu dulu".

Pandangan mata Maimunah kabur dengan kristal bening yang mulai turun ke pipinya. Ia ingin bertanya lebih lanjut namun dadanya terasa sesak dengan bayang-bayang peristiwa itu.

"Maafkan kami terlambat datang, memang situasi genting bukan hanya dikampungmu, sehingga harus menyisir satu persatu berdasarkan laporan Kepala Desa via HT".

Lelaki berkulit putih dengan wajah seperti campuran Indo-Eropa itu terlihat menunduk menyesali keterlambatan ia dan pasukannya.

Maimunah, masih terisak namun canggung untuk bertanya lebih lanjut, dilihat dari perawakan dan bahasanya Anggota TNI ini seperti bukan dari daerahnya.

"Tadi ada yang datang menanyakan kondisimu, mungkin keluarga. Ia bilang namamu Maimunah. Benarkah ?" Lelaki itu melanjutkan percakapan.

Maimunah mulai tenang dan mengangguk sebagai jawaban.

"Kenalkan, Namaku Jhon. Jhon Theodor". Lanjutnya sambil mengulurkan tangan hendak bersalaman.

Namun Maimunah urung menyambut, Nama itu mengingatkannya pada gerombolan orang yang membunuh Kakek dan Neneknya.

Bersambung

Oleh: Mardha Umagapi

10 komentar:

  1. E Kakak. cerita ini kelihatanya sedih sekali. aku dari grup Sapporo odop jadi penasaran bagian satu seperti apa.

    eh ternyata ceritanya benar-benar sedih, tragis, biadab kali kelakuan perusuh itu.

    bagus kak menceritakannya, suka aku.

    etapi ada beberapa koreksi ya Kak.
    seperti misalnya tandatanya yg terpisah dari kalimat(seharusnya disatukan jangan dipisahm kasihan. hehe. contoh = di mana ini? bukan dimana ini ?) begitupun dengan tanda seru ya Kak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih, saya senang sekali ada koreksi kepenulisan seperti ini. Membantu meningkatkan kemampuan menulis saya

      Hapus
  2. ceritanya enak di cerna tidak membingungkan.

    BalasHapus
  3. Baca judulnya, yang terbayang malah sosok ibu 😂 terima kasih atas tulisannya, Mba. Salam kenal dari Sapporo~

    BalasHapus
  4. Wah cerita nyata ini kak? Sepertinya ceritanya sedih?

    BalasHapus

Berusaha Mengendalikan Hawa Nafsu: Tadabbur An Nazi'at Ayat 40-46

  Ciri-ciri Penghuni Surga 1. Takut pada Allah 2. Mengendalikan hawa nafsu 3. Terlibat dalam dakwah وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَ...