Dilihat

Selasa, 15 Oktober 2019

Kematian Adalah Nasihat Terbaik Bagi Manusia, Jika Ia Sadar

Kisah Berhikmah

Mengenang Kasih Sepanjang Masa
Bagian 3

"Halo, masih di rumah sakit kah?"

"Mama Ima, pung kondisi sekarang bagimana?"
(Kondisi mama Ima [nama panggilan ibuku oleh para sepupu]sekarang bagaimana?)

Pukul 2 malam, terdengar bapak kembali menelepon keluarga dirumah sakit untuk menanyakan kondisi ibu, namun masih seperti awal masuk ICU.

"Kalo so manganto pi tidur sudah, so lat ini".
(Kalau sudah ngantuk tidurlah, ini sudah larut.)

Bapak memintaku untuk istirahat dan tidur, aku menurutinya karena rasa kantuk sudah mulai menyerangku sedangkan bapak kulihat tidak sedikit pun mengantuk.

Beliau pergi berwudhu untuk sholat dan aku menuju kamar untuk tidur. Meskipun mengantuk, dikamar wajah dan senyuman ibu masih terbayang di mataku, dalam hati kuucapkan sebait do'a agar Allah memberikan kebaikan untuknya dan mengangkat rasa sakit yang ada padanya. Kuulang-ulangi do'a untuk ibu hingga mata terpejam karena kantuk.

Adzan subuh berkumandang, bapak berseru dari luar kamar memanggilku agar sholat. Aku bangun dan tidak lupa menanyakan kabar terbaru dari rumah sakit, bapak bilang masih sama kondisi ibu saat ini. Kami pun sholat shubuh, bapak ke mesjid dan aku dirumah.

Pulang dari mesjid bapak hendak menelpon kerumah sakit, tapi HP bapak sudah ada panggilan tak terjawab dari sana. Bapak menelepon kembali.

"Bagaimana kondisi disitu?" Bapak memulai percakapan ditelepon yang telah tersambung.

Tidak kudengar suara jawaban dari seberang, karena bapak tidak mengaktifkan loundspeaker.

"Dari kapan ? apa waktu se telepon tadi kah?"
(Sejak kapan? Apakah waktu kamu menelepon tadi?).
Kudengar suara bapak bergetar seperti menahan sesuatu beban yang berat. Namun aku masih tenang, karena memang tidak mendengar percakapan lengkapnya.

"Innalilahi wa Inna ilaihi raji'un" Bapak menarik napas berat ketika mengucapkannya.

Saat itulah aku mulai menyadari kejadian sebenarnya diseberang sana. Ku tatap wajah bapak yang masih melanjutkan percakapan dengan sepupu di telepon. Sambil menunggu bapak menyampaikan berita itu langsung kepadaku.

"Bagaimana mama pe keadaan, pa ? Sapa yang papa kase Inna lillahi ?"
(Bagaimana keadaan mama, pa? Papa menyebut Inna lillahi untuk siapa?. Tak sabar kutanyakan ke bapak setelah sambungan telepon ditutup.

"Mama so pigi kse tinggal Torang, dari jam 5 tadi"
(Mama sudah pergi meninggalkan kita, sejak jam 5 tadi)
Bapak mengabariku dengan mata berkaca-kaca.

"Innalilahi wa Inna ilaihi raji'un". Hanya kalimat Thaiyibah itu yang sanggup keluar dari mulutku.

Berita itu terasa seperti pisau yang menghujam jantungku,antara percaya dan tidak namun terasa begitu sakit. Dalam ingatan ini terbayang semua tentang ibuku berharap ini hanya sebuah kesalahan informasi. Namun kenyataannya memang ibu telah pergi meninggalkan kami semua lebih dulu menghadapNya.

Hari itu kami tidak bisa langsung kembali ke daerah tempat tinggal kami karena jadwal kapal yang akan kami tumpangi masih dua hari lagi, bapak mencari alternatif lain dengan pesawat namun hanya ditemukan satu tiket tersisa.

Bapak lebih dulu berangkat, sedangkan aku harus menunggu dua hari lagi untuk bisa kembali bersama-sama kakak pertama yang bekerja dipulau kelahiranku yang satu kabupaten dengan tempat lahir ibuku.

Melihat bapak berangkat ke Bandara untuk naik pesawat seorang diri dan kami tak berdaya untuk ikut bersama melayat jenazah ibu, rasanya seperti ingin menutup mata dan menghilang dengan harapan ketika mata terbuka diri ini sudah membersamai jenazah ibu disana. Tapi apalah daya, aku hanya bisa menunggu jadwal keberangkatan kapal agar bisa kembali kedaerah tempat tinggal kami.

Perasaan kehilangan yang hebat adalah ketika orang yang kita sayangi selama hidup kita meninggal dunia dan kita tidak dapat hadir dan mengikuti semua proses pemakamannya, hanya informasi lewat telepon yang bisa diandalkan untuk mengetahui proses itu.

Semua proses pemakaman dilaporkan oleh sepupu disana via telepon, dan selama itu hanya bisa mendengar serta tak henti-hentinya berdo’a dalam deraian air mata agar Allah mengampuni semua kesalahan ibu serta menerima semua amal kebaikannya.

“Maafkan anakmu ini ibu, jika selama hidupmu aku belum mampu menjadi putri yang baik seperti harapanmu. Akan selalu kuingat kenangan selama 18 tahun bersamamu dan semua nasihat kebaikan yang selalu kau sampaikan dalam hidupku. Selamat jalan ibu semoga kita diperkenankan Allah Ar Rahman untuk berkumpul di syurganya kelak".

Hingga saat ini peristiwa kepergian ibu menyisakan banyak hal dalam hidup kami
sekeluarga. Bapak yang seperti kehilangan separuh jiwanya, kakak yang kehilangan arah
pulang dan aku yang penuh sesal. Saat akhir hayatnya, diri ini tak bisa mendampingi dan mengantarnya dengan talqin dari bibirku serta membasuh tubuhnya terakhir kali sebagai putri satu-satunya.

Namun semua rasa itu tak akan menutup pikiran kami bahwa semua hal yang terjadi dimuka bumi ini terjadi atas kehendak-Nya, Allahu Rabbul Aalamiin.

Selesai

Oleh: Mardha Umagapi

Baca bagian 1 klik disini
Baca bagian 2 klik disini

29 komentar:

  1. :') semoga ibunya mendapat nikmat kubur di alam sana.. Semangat kak ;). Aku temanmu dari Valetta

    BalasHapus
  2. Semoga amal ibadahnya di terima Kak.

    Btw ini bhs dri mana ya😅 kayak Jawa tp bukan

    BalasHapus
  3. Kehilangan seorang ibu adalah hal yg paling membisu

    BalasHapus
  4. memang paleng butul ih kematian tu pengingat paleng bagus par samua

    BalasHapus
  5. Innalillahi wa innailaihirojiun,,,,semoga ditempatkan ditempat yang terbaik di sisi Allah

    BalasHapus
  6. Innalillahi. Smoga Ibu ditempatkan di SyurgaNya

    BalasHapus
  7. Kematian memang pesan paling pasti yang selalu orang sangka bisa silapi...hiks...Al Fatihah untuk Ibundanya ya kak...salam dari sedulur Valetta

    BalasHapus
  8. Semoga husnuk khotimah ya mbak mama nya

    BalasHapus
  9. Sedih 😭 Kalo ingat kematian, auto pen nangis. Padahal tiap hari di rumah sering datang orang ngelaporin ada yg meninggal. Nice, Kak .

    BalasHapus
  10. Tulisan kk mengingatkanku. Terima kasih kk

    BalasHapus
  11. Innalillahi semoga ibu husnul khatimah ya kak

    BalasHapus
  12. Karena setiap yang hidup akan mati

    BalasHapus
  13. Innalillahi wa innailahi roji'un, smoga ibunda di terima disisi Allah ,ikut nangis bacanya ,teringat almarhum ibuku juga.

    BalasHapus
  14. Baca ini kembali , aku ingat dengan ibu, orang tua satu satunya setelah bapak tiada

    BalasHapus
  15. Terimakasih sudah mampir, semoga kita semua bisa mengambil hikmah

    BalasHapus

Berusaha Mengendalikan Hawa Nafsu: Tadabbur An Nazi'at Ayat 40-46

  Ciri-ciri Penghuni Surga 1. Takut pada Allah 2. Mengendalikan hawa nafsu 3. Terlibat dalam dakwah وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَ...