Dilihat

Senin, 14 Oktober 2019

Orangtua Tak Membutuhkan Lebih Terutama Saat Sakit, Mereka Sebenarnya Hanya Membutuhkan Kehadiran Kita

Kisah Berhikmah

Mengenang Kasih Sepanjang Masa
Bagian 2

Perjalanan kami ke kampung halaman menggunakan kapal laut yang memakan waktu satu malam sekitar 8 jam dilautan. Kami tiba dipelabuhan daerah asalku keesokan harinya sekitar jam 9 pagi dan langsung menuju desa dengan menggunakan angkutan umum.

Di desa, kami tinggal dirumah salah satu kakak dari ibuku, kami beristirahat dan tak lupa mengabarkan pada ibu bahwa kami telah tiba ditempat tujuan dengan selamat dan saling berbagi cerita. Waktu berlalu maghrib pun tiba aku mempersiapkan diri untuk sholat, bapak sudah pergi ke masjid sejak sore. Beliau memilih waktu awal datang ke mesjid agar sekalian bisa bersilaturrahim dengan sanak saudara kami ketika di mesjid.

Selesai sholat HP ku berdering, segera ku angkat, ternyata itu dari sepupuku di rumah kami.

"Co, papa ada?". Katanya dengan nada panik.

"Papa bolom pulang sembahyang dong masih di mesjid" (Papa belum pulang sholat, ia masih dimesjid). Jawabku.

"Kiapa kong?" (Ada apa?). Tanyaku dengan perasaan khawatir karena nada suaranya.

"Mama tadi mandi sore kong antua jatuh dikamar mandi" (Mama tadi mandi sore, lalu beliau jatuh di kamar mandi).

Demi mendengar kabar tersebut, jantungku berdetak kencang. Berpikir tentang ibuku yang belum genap 24 jam kutinggalkan, namun sudah jatuh sakit.

Setelah sambungan telepon dari saudaraku terputus, dengan pikiran terbayang-bayang keadaan ibu yang setengah sadar setelah jatuh. Kuputuskan segera mencari bapak ke mesjid, tak lupa kukabari keluarga tempat kami menginap.

Ternyata bapak sudah pergi kerumah salah satu paman untuk makan malam. Ku susul bapak kesana dan menyampaikan berita itu. Semua keluarga kami sibuk mencari solusi untuk kami, bagaimana caranya agar bisa kembali besok meski disaat jadwal keberangkatan kapal belum ada.

"Kanapa sampe bagitu, antua itu Inga skali ose. Belum cukup satu hari so sakit". (Kenapa bisa begitu, beliau itu sangat ingat kamu. Belum genap satu hari ditinggal sudah sakti). Salah satu bibi jauhku berceloteh.

Kudengar percakapan para tetangga rumah dan keluarga jauh yang datang ketika mendengar kabar ibuku, cerita tentang perjuangan ibu untuk mendapatkan anak serta kasih sayangnya pada kami anaknya. Hatiku sedih.

"Se rindu itukah ibuku sampai harus jatuh sakit ?" Pikirku. Memang kuakui aku selama ini selalu hidup disisinya tak pernah pergi jauh tanpanya.

Saudara sepupu dirumah berbagi kabar lewat telepon tentang kondisi ibu, ia sudah dibawa ke rumah sakit. Informasi berikutnya yang kami dapat, ibu di ruang UGD sedang mendapatkan pertolongan dari para medis dan menunggu diagnosa lanjut.

Sekitar pukul 10 malam kami diberi informasi bahwa ibu dimasukkan ke ruang ICU. Menurut kabar dari sepupu, dokter mendiagnosa ibu mengalami perdarahan diotak akibat benturan dikamar mandi. Sedih sekali kami mendengarnya, apalagi kabar yang diterima
bahwa ibu sudah tak Sadarkan diri dan segala macam selang dan kabel sudah dipasang ditubuh ibu.

Dadaku mulai terasa sesak, mendorong bulir-bulir bening untuk jatuh. Namun sebisa mungkin aku tahan, dan menghalaunya dengan berpikir ibuku akan baik-baik saja.

"Tunggu aku mama, aku akan segera  datang. Kita akan bersama-sama bersenda gurau, bercerita tentang apa saja. Mama akan segera sembuh denganku yang selalu disamping". Kutekadkan dalam hati sembari berdo'a untuk kesembuhannya.

Malam itu aku dan bapak tidak dapat tidur, terus berjaga-jaga dengan telepon untuk
mengetahui kabar ibu. Kakak-kakak ku yang berada di daerah tempat kerja masing-masing
sudah dihubungi sejak mendapat berita awal tadi namun tidak berhasil tersambung akibat
jaringan ditempat mereka yang jelek.

Oleh: Mardha Umagapi

Mau baca bagian 1 ? klik disini

10 komentar:

Berusaha Mengendalikan Hawa Nafsu: Tadabbur An Nazi'at Ayat 40-46

  Ciri-ciri Penghuni Surga 1. Takut pada Allah 2. Mengendalikan hawa nafsu 3. Terlibat dalam dakwah وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَ...